Beberapa masalah yang timbul akibat inginya di naikan harga BBM sehingga di katakan bahwa koalisi dari partai Keadilan Sejaterah telah memilih akan turunnya harga BBM,sehingga atas penghianatannya itu partai Demokrat mengeluarkannya dari koalisinya,Di mana Sekretariat Gabungan (Setgab)
Partai Koalisi Pendukung Pemerintah sepakat mendepak Partai Keadilan
Sejahtera (PKS). Keputusan ini diambil dalam pertemuan Setgab di
kediaman Ketua Setgab Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor,
Jawa Barat, Selasa malam, 3 April 2012.
Sekretaris Setgab Syarief Hassan mengatakan pertemuan yang digelar di Puri Cikeas membahas masalah kontrak koalisi atau code of conduct koalisi, terutama PKS yang berseberangan dengan rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. "(PKS) sangat melanggar (code of conduct
koalisi)," kata Syarief usai mengikuti pertemuan antar pimpinan partai
politik koalisi pendukung pemerintah di kediaman Yudhoyono, Puri Cikeas,
Bogor, Selasa 3 April 2012 malam. (Baca:SBY Rancang Posisi Baru Setgab di Cikeas) "Sekarang ini ada lima (parpol) yang bersama-sama solid ikut pemerintah," ujar dia.
Menurut Syarief, kontrak koalisi jelas menyatakan bahwa kebijakan
pemerintah yang strategis wajib didukung dan dilaksanakan anggota
koalisi Setgab. "Kalau ternyata anggota koalisi Setgab berseberangan,
maka anggota koalisi tersebut harus mengundurkan diri dan keterlibatan
dalam koalisi akan berakhir," katanya.
Adapun, dalam pertemuan di Cikeas
Selasa malam 3 April 2012 itu, Sekretariat Gabungan Partai Koalisi
sepakat mendepak Partai Keadilan Sejahtera. Keputusan ini diambil dalam
pertemuan yang dihadiri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum,
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, Ketua Umum
Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Kebangkitan
Bangsa Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta
Rajasa.
Dengan
keluarnya PKS dari koalisi, maka jumlah partai politik anggota koalisi
saat ini berkurang satu. Adapun, pertemuan yang berakhir pada sekitar
pukul 22.30 itu sama sekali tidak dihadiri oleh Presiden PKS Luthfi
Hassan atau pun perwakilan PKS yang lain.
Oleh karena itu banyak pakar-pakar PR yang berpendapat bahwa SBY tidak bisa mengeluarkan PKS karena mempunyai nilai histori kekeluargaan,seperti di katakan oleh Pengamat politik Universitas Andalas Padang Dr Asrinaldi berpendapat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agak berat mengeluarkan Partai
Keadilan Sejahtera dari keanggotaan koalisi partai serta menarik tiga
menteri dari partai tersebut.
Hal itu disebabkan PKS memiliki nilai historis dengan Yudhoyono
karena merupakan salah satu partai yang sejak awal mendukung
pencalonannya sebagai presiden, kata AsrinaldI, Senin (9/4).
Menurut dia, walaupun pada satu sisi PKS dianggap telah melanggar kontrak koalisi karena berbeda pendapat pada sidang paripurna DPR yang membahas kemungkinan kenaikan harga BBM, pertimbangan sejarah di lain pihak mengakibatkan SBY menjadi sulit untuk mengeluarkan partai itu.
Yudhoyono tidak ingin dianggap melukai dan dinilai seperti kacang lupa kulit sehingga terjadi tarik ulur terkait status PKS di koalisi, kata dia. Pada bagian lain, PKS juga memiliki kader yang militan dimana hal itu menjadi salah satu kekuatan yang dapat digerakkan oleh pimpinannya.
Berbeda dengan partai lain, militansi kader PKS cukup baik dan faktor ini menjadi salah satu pertimbangan SBY, kata Asrinaldi. "Jika SBY akhirnya mengeluarkan PKS dari koalisi partai maka hal itu akan berdampak pada kestabilan pemerintahan dan dapat menganggu kenyamanan presiden," kata dia.
Karena itu, walaupun tekanan dari anggota koalisi partai lainnya cukup kuat agar PKS dikeluarkan, Yudhoyono secara pribadi agak berat melakukannya, lanjut dia.
Lebih lanjut jika PKS dikeluarkan dari koalisi dan tiga menterinya ditarik, maka ia berpendapat sebaiknya SBY memilih penggantinya dari kalangan profesional terutama pada bidang yang menyangkut hal teknis seperti Kementerian Kominfo dan Pertanian.
Posisi menteri merupakan jabatan politik, namun pada bidang-bidang yang menangani masalah teknis sebaiknya ditempati oleh profesional agar lebih maksimal dalam menjalankan tugas, kata dia.
Ia menambahkan, Indonesia menganut sistem presidensial yang anggota kabinet merupakan kewenangan penuh presiden sehingga SBY jangan terlalu terpengaruh oleh tekanan partai.
Menurut dia, walaupun pada satu sisi PKS dianggap telah melanggar kontrak koalisi karena berbeda pendapat pada sidang paripurna DPR yang membahas kemungkinan kenaikan harga BBM, pertimbangan sejarah di lain pihak mengakibatkan SBY menjadi sulit untuk mengeluarkan partai itu.
Yudhoyono tidak ingin dianggap melukai dan dinilai seperti kacang lupa kulit sehingga terjadi tarik ulur terkait status PKS di koalisi, kata dia. Pada bagian lain, PKS juga memiliki kader yang militan dimana hal itu menjadi salah satu kekuatan yang dapat digerakkan oleh pimpinannya.
Berbeda dengan partai lain, militansi kader PKS cukup baik dan faktor ini menjadi salah satu pertimbangan SBY, kata Asrinaldi. "Jika SBY akhirnya mengeluarkan PKS dari koalisi partai maka hal itu akan berdampak pada kestabilan pemerintahan dan dapat menganggu kenyamanan presiden," kata dia.
Karena itu, walaupun tekanan dari anggota koalisi partai lainnya cukup kuat agar PKS dikeluarkan, Yudhoyono secara pribadi agak berat melakukannya, lanjut dia.
Lebih lanjut jika PKS dikeluarkan dari koalisi dan tiga menterinya ditarik, maka ia berpendapat sebaiknya SBY memilih penggantinya dari kalangan profesional terutama pada bidang yang menyangkut hal teknis seperti Kementerian Kominfo dan Pertanian.
Posisi menteri merupakan jabatan politik, namun pada bidang-bidang yang menangani masalah teknis sebaiknya ditempati oleh profesional agar lebih maksimal dalam menjalankan tugas, kata dia.
Ia menambahkan, Indonesia menganut sistem presidensial yang anggota kabinet merupakan kewenangan penuh presiden sehingga SBY jangan terlalu terpengaruh oleh tekanan partai.
sumber : tempo.co.id serta ,republika.co.id
penerbit : vicky andhy
Email : vicky.andhy@yahoo.com
FB : vikki.andi@yahoo.com
TW : @vickyandhy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar